BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kurangnya
pengenalan ilmu pertanian lebih dalam atau pengenalan fakta lapangan mahasiswa
terhadap bidang pertanian sangat disayangkan. Seharusnya mahasiswa dapat
memanfaatkan kekayaan alam karena Indonesia sebagai negara agraris yang
memiliki potensi sangat baik di bidang pertanian. Akibatnya, banyak lulusan
sekolah menengah atau perguruan tinggi bidang pertanian yang kurang terampil
dalam mengembangkan ilmunya.Oleh karena itu, mahasiswa perlu turun langsung
agar mendapat pengalaman melalui kegiatan lapangan.
Dalam
rangka menyiapkan sumber daya manusia yang berpendidikan dalam bidang pertanian
agar mampu bersaing di era global, diperlukan lulusan vokasional (D4) yang
tidak hanya memiliki pengetahuan yang baik tetapi sekaligus harus memiliki
keterampilan dan sikap yang baik dalam bidang pertanian yang salah satu
strateginya adalah dengan cara melibatkan mahasiswa pada kegiatan lapangan
secara langsung. Agar mahasiswa memiliki kompetensi yang utuh maka diperlukan
wahana bagi mereka untuk dapat terjun secara langsung sesuai bidang yang
ditekuninya yang merupakan aplikasi nyata dari matakuliah-matakuliah yang telah
dan / atau akan diperoleh dalam program perkuliahan. Sehubungan dengan hal itu
maka perlu diberikan program On Farmyang
topik-topiknya diangkat sesuai dengan bidang peminatan yang ditekuni dan
memiliki keterkaitan dengan mata kuliah kejuruan yang telah dan atau akan
diperoleh dalam pembelajaran tatap muka. Melalui kegiatan On Farm ini mahasiswa akan menjadi subjek belajar yang aktif dan
berkembang, menggali potensi diri, membentuk sikap dan jiwa pertanian dalam
wujud kegiatan nyata yang terampil untuk dapat menghasilkan produk akhir yang
kongkrit.
Banyak
ditemukannya roti pada kalangan masyarakat dan mudahnya menyajikan saat dimana
pun, memberikan minat untuk berusaha roti goreng. Roti goreng dapat dijadikan
sebagai alternatif sarapan bagi masyarakat. Harganya yang terjangkau semua
kalangan serta rasanya yang tidak kalah enak menjadikan roti goreng ini disukai
berbagai lapisan masyarakat.
1.2.Tujuan
1.2.1.
Tujuan Umum
·
Mengenalkan fakta lapangan kepada mahasiswa melalui kegiatan yang
dapat menghasilkan produk akhir yang merupakan penerapan dari matakuliah
kejuruan.
·
Membentuk sikap dan jiwa pertanian mahasiswa sesuai dengan bidang
peminatan yang ditekuni.
·
Melatih mahasiswa membuat dan mengelola recording berdasarkan kegiatan lapangan yang dilakukan.
·
Melatih mahasiswa dalam menyajikan data dan fakta hasil kegiatan
melalui laporan dan seminar.
1.2.2.
Tujuan khusus
·
Mampu membuat produk sesuai dengan dasar hukum tentang kemasan,
yang akan digunakan sebagai daya pikat kepada konsumen
·
Mengetahui karakteristik kemasan yang baik untuk produk kami, dan
dapat membuat label yang menarik hasrat konsumen untuk membeli
1.3.Manfaat
1.3.1.
Manfaat bagi on farm,
yaitu:
·
Memperoleh dan menambah keterampilan sesuai dengan bidang
peminatan yang ditekuni,
·
Mandiri dan lebih terampil dalam berwirausaha,
·
Berpengalaman dalam mengolah data dari kegiatan on farm
1.3.2.
Manfaat bagi produk,yaitu:
·
Alternatif sebagai sarapan berbagai kalangan, dengan harga yang
terjangkau,
·
Menambah variasi produk makanan cemilan.
1.3.3.
Manfaat kemasan dan label, yaitu:
·
Mempermudah distribusi atau pengontrolan produk,
·
Sebagai wadah, perantara produk selama pendistribusian dari
produsen ke konsumen,
·
Sebagai pelindung dari berbagai faktor penyebab kerusakan, baik
faktor biologi, fisika, maupun kimia,
·
Sebagai sarana informasi produk pada konsumen,
·
Mempermudah penyimpanan dan perhitungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Umum
Roti merupakan makanan siap saji dengan harga
yang terjangkau semua kalangan, bahkan dapat dijadikan sebagai makanan pokok
karena memiliki kandungan gizi yang baik seperti karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, dan mineral. Prinsipnya, roti dibuat dengan mencampurkan tepung dan
bahan lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan dipanggang atau
digoreng. Proses pembuatan roti terbagi menjadi dua yang berpengaruh terhadap
kualitas roti, yaitu pembuatan adonan dan penggorengan.
2.1.1.
Pembuatan Adonan
Dalam pembuatan adonan diperlukan teknik
pencampuran yang benar, perlu diperhatikan jenis bahan-bahan yang dicampur.
Dimulai dengan mencampur bahan kering, kecuali garam. Karena garam ‘dilarang’
bertemu dengan ragi sejak awal. Ragi akan mati bila dicampur bersamaan. Secara
ideal, proses pencampuran dimulai dengan mengelompokkan masing-masing komponen
pada beberapa wadah. Bahan yang digunakan dalam pembuatan roti terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
bahan utama, bahan pembantu, dan bahan tambahan. Bahan utama terdiri dari
tepung terigu, air, ragi roti, dan garam.
Roti dapat dibuat dari berbagai jenis tepung,
seperti terigu, jagung, beras, garut, singkong, dan lain-lain. Namun,dalam
prakteknya tepung terigu merupakan bahan baku yang paling ideal untuk pembuatan roti. Jenis yang paling tepat
adalahtepung terigu jenis hard wheat
dengan kandungan protein di atas 12,5 %.Kandungan protein yang tinggi akan
membentuk jaringan elastis selama proses pengadukan. Pada tahap fermentasi gas
yang terbentuk oleh yeast akantertahan oleh jaringan protein, hasilnya adonan
roti akan mengembang besar dan empuk teksturnya. Roti umumnya dibuat dari
tepung terigu kuat. Maksudnya tepung yangmampu menyerap air dalam jumlah besar,
dapat mencapai konsistensi adonanyang tepat, memiliki elastisitas yang baik
untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar, dan
mengandung 12-13 % protein. Berdasarkan kadar proteinnya,terigu dibedakan atas
terigu tipe kuat (hard wheat), tipe
sedang (mediumwheat), dan tipe lemah
(soft wheat).Kandungan protein pada
terigu tipe kuat paling tinggi dibandingkandengan terigu tipe lainnya.
Sistem pembentukan adonan dalam pembuatan
roti yaitu : Boiled Dough, Sponge
and Dough, Straight Dough and No Time
Dough. Boiled Dough, ada 3 tahap
dalam pembuatanBoiled Dough, pertama
membuat Pre-Dough, yaitu campuran
antara air panas dan tepung terigu, lalu didinginkan. Kedua, membuat adonan
biang (Sponge) yang merupakan
campuran dari tepung terigu, ragi, air, dan gula pasir yang diuleni,
diistirahatkan selama sekitar 90 menit. Terakhir pembuatan adonan utama atau Dough-nya yang terdiri dari gula pasir
halus, garam, mentega, bread improver,
telur, serpihan es, terigu protein tinggi, susu bubuk full cream, madu, dan air es.
Teknik Boiled Dough dengan
memasukkan Pre-Dough ke dalam Sponge Dough, kemudian ditambahkan
bahan-bahan utama dan diuleni hingga adonan menjadi kalis, lalu diistirahatkan
sekitar 5 menit, selanjutnya proofing
(pembentukan adonan), istirahatkan kembali untuk penyempurnaan pengembangan
adonan (30-45 menit). Dan terakhir, siap dipanggang. Karakteristik dari teknik
ini roti menjadi lebih lembut, ringan, dan tahan lama. Sistem Sponge and Dough terdiri dari 2 langkah
pengadukan yaitu pembuatan Sponge dan
pembuatan Dough. Cara pembuatannya
dengan membuat adonan biang (komposisi seperti Boild Dough) kemudian istirahatkan sekitar 2 jam atau semalaman
(untuk over night Sponge Dough),
kemudian biang dicampurkan ke dalam adonan utama (Dough) dan uleni hingga kalis, selanjutnya timbang, proofing dan
panggang. Karakteristik dari teknik ini hasil akhir volume roti besar, lembut
dan tahan lama. Sedangkan sistem Straight Dough(cara langsung) adalah
proses dimana bahan-bahan diaduk bersama-sama dalam satu langkah. Semua bahan
utama diuleni, diamkan selama sekitar 15 menit, tekan adonan untuk membuang
gas, kemudian timbang, diamkan kembali sekitar 10 menit, kemudian proofing, dan panggang atau goreng. Sistem No
Time Doughadalah proses langsung juga dengan waktu fermentasi yang
sesingkat mungkin atau ditiadakan sama sekali. Proses pengembangan adonan
merupakan suatu proses yang terjadi secara sinkron antara peningkatan volume
sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang terbentuk sebagai hasil fermentasi dan
protein larut, lemak dan karbohidrat yang juga mengembang dan membentuk film
tipis. Dalam proses ini terlihat dua kelompok daya yaitu daya poduksi gas dan
daya penahan gas. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya produksi gas
adalah konsentrasi ragi roti, gula, malt, makanan ragi dan susu selama
berlangsungnya fermentasi.
2.1.2.
Fermentasi Roti
Fermentasi adonan didasarkan pada
aktivitas-aktivitas metobolis dari khamir dan bakteri asam laktat. Aktivitas
mikroorganisme ini pada kondisi anaerob akan menghasilkan metabolit fungsional
yang penting pada pembentukkan adonan. Dengan mengendalikan parameter proses
fermentasi dan metode preparasi adonan dapat dimungkinkan mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme dan enzim untuk menghasilkan adonan roti yang dikehendaki
seperti volume, konsistensi, dan pembentukkan.
Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling umum
digunakan pada pembuatan roti sehingga dalam perdagangan ia lebih dikenal
dengan baker’s yeast atau ragi roti. Khamir ini sangat mudah ditumbuhkan karena
membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil,
dan aman digunakan (food-gradeorganism). Oleh karena itu, Saccharomyces cereviceae lebih cocok untuk digunakan dalam
pembuatan roti.
Adonan yang frothy (porus seperti busa) dapat dihasilkan dengan terbentuknya
atau terdispersinya gelembung-gelembung gas di dalam adonan. Gas yang
dibutuhkan untuk terbentuknya adonan dapat dihasilkan melalui proses biologis,
kimia, maupun fisik. Mekanisme fermentasi oleh khamir yaitu mula-mula gula yang
terkandung dalam tepung dan gula yang ditambahkan difermentasi oleh khamir.
Karbohidrat tepung diubah menjadi maltosa oleh enzim amilase dalam tepung
diubah menjadi glukosa. Selanjutnya glukosa tersebut oleh maltase dari khamir
dipecah menjadi etanol, CO2, komponen volatil, dan produk-produk lainnya. Gas
yang dihasilkan terdispersi ke dalam adonan dalam bentuk gelembung untuk
menghasilkan pori yang halus seperti gabus. Gas yang terbentuk merupakan gas
CO2. Kehalusan pori yang terbentuk selama proses pengadonan tergantung pada
karakteristik tepung yang digunakan seperti viskoelastisitas dari gluten dan
daya ikat air (water-binding capacity).
Pori yang halus bisa juga terbentuk oleh karena udara masuk ke dalam adonan dan
terdispersi dalam bentuk gelembung yang halus ketika saat pencampuran dan
pengulenan (kneading) akan
dimanfaatkan untuk tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang
anaerob dan terjadi proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses
fermentasi akan terperangkap di dalam lapisan film yang impermeabel. Lapisan
tersebut merupakan protein tepung terigu yang tidak larut dalam air bersifat
elastis dan dapat memanjang. Gas akan mendesak lapisan yang elastis dan
extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan (penambahan volume)
adonan. Pembentukan gas pada proses fermentasi sangat penting karena gas yang
dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa, sehingga aliran panas ke dalam
adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking. Pengembangan adonan dapat
melebihi 1:6 karena gas CO2 terbentuk selama fermentasi. Pembentukan gas selama
fermentasi diikuti oleh reaksi-reaksi fermentatif lainnya seperti terbentuknya
metabolit-metabolit intermediet yang
berpengaruh pada konsistensi adonan dan terbentuknya senyawa-senyawa volatil
yang merupakan prekursor aroma. Selain itu, akibat fermentasi akan memberikan
flavor baru dengan terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan metabolit lainnya
sehingga mutu organoleptik roti tinggi.
2.1.3.
Penggorengan
Teknik pengggorengan menggunakan metode deep frying, yaitu bahan digoreng dengan
minyak berlebih. Minyak panas menguapkan air kedalam bahan sehinggga produk
yang dihasilkan akan kering merata dan renyah. Selama suhu pemanasan cukup dan
bahan tidak terlalu lama terendam dalam minyak, penetrasi minyak akan terjadi
pada permukaan luar bahan. Bila bahan terlalu lama terendam minyak, bahan akan
kehilangan air dan akan terjadi penetrasi minyak ke dalam bahan.
Suhu pada penggorengan juga harus
diperhatikan. Pada suhu rendah maka pembentukan gas terhambat, jika suhu
terlalu tinggi maka gas yang akan dihasilkan terlalu banyak sehingga volume
adonan semakin besar. Selain itu, suhu yang tinggi juga menyebabkan fermentasi
berjalan terlalu cepat, rasa dan aroma adonan menjadi asam. Untuk menghindari
kenaikan suhu terlalu cepat maka ditambahkan air dingin (air es) untuk membuat
adonan.
2.2.
Tinjauan Khusus
2.2.1
Kemasan
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan
informasi yang begitu pesat, industri pangan juga mengalami perkembangan, serta
mudah ditemukan di seluruh pelosok tanah air. Dengan munculnya berbagai macam
jenis pangan, baik untuk di konsumsi langsung maupun yang dapat bertahan lama,
ada satu hal yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan industri tersebut
yaitu perkembangan kemasan pangan untuk mengemas produk pangan. Beberapa faktor
penting yang perlu diperhatikan dalam mengonsumsi pangan adalah asupan gizi
yang seimbang serta bebas dari cemaran mikroba, kimia, dan fisik, karena faktor
keamanan pangan juga merupakan syarat universal bagi mutu pangan yang baik.
Dengan kata lain, suatu produk pangan, walaupun memiliki citarasa, nilai gizi,
atau pun sifat fungsional yang bagus, tetap tidak cukup berarti jika produk
tersebut tidak aman untuk dikonsumsi. Salah satu faktor yang terkait dengan
keamanan pangan adalah keamanan bahan kemasan pangan/pembungkusan produk pangan
(foodgrade).
Kemasan pangan adalah bahan
yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan
langsung dengan pangan maupun tidak. Kemasan pangan ditujukan untuk memberi
perlindungan pada pangan, misalnya untuk mencegah/mengurangi kerusakan,
melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik
seperti permeasi gas, kelembaban/uap air, gesekan, benturan dan getaran,
gangguan kimia seperti oksidasi dan sinar ultra violet, juga gangguan biologik
seperti bakteri dan kapang. Dari segi promosi, kemasan berfungsi sebagai daya
tarik pembeli. Berdasarkan eksistensinya, kemasan pangan dapat dibedakan
menjadi kemasan primer, sekunder, dan tersier. Yang paling penting
diperhatikan adalah kemasan pangan sebagai kemasan primer, karena kemasan ini
bersentuhan langsung dengan pangan, sehingga memiliki potensi perpindahan
(migrasi) zat/komponen dari kemasan pangan ke dalam pangan paling besar. Dalam
proses pengolahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan fisik maupun
kimiawi, baik yang dikehendaki atau tidak dikehendaki. Setelah melalui proses
pengolahan tersebut, pangan tidak tetap stabil, melainkan dapat terus mengalami
perubahan, sehingga diperlukan pemilihan pengemasan yang tepat agar masa simpan
produk pangan dapat ditingkatkan dengan nilai gizi masih dapat dipertahankan.
Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk
melindungi produk, juga berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi
produk serta pelayanan kepada konsumen. Mutu
dan keamanan pangan dalam kemasan sangat tergantung dari mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun
tertier. Oleh karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan
pangan, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Berbagai negara telah mengeluarkan peraturan
terkait keamanan kemasan pangan, begitu pun Indonesia. Berikut beberapa
dasar hukum yang bisa dijadikan acuan untuk kemasan pangan antaralain : UU
No.7/1996 tentang pangan (UU No 7/1999) dan peraturan Menteri Kesehatan RI
No.329/Menkes/XII/76 tentang produksi dan peredaran pangan, Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tenttang keamanan mutu dan gizi pangan,
serta Peraturan
Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 Tentang Pengawasan
Kemasan Pangan.
Regulasi mengenai kemasan, yang ditinjau dari
segi keamanan bahan kemasan pangan menyangkut tentang sifat toksiknya terutama
yang bersifat kronis. Pada dasarnya terdapat persyaratan-persyaratan yang dapat
ditetapkan berkaitan dengan mutu kemasan sehubungan dengan keamanan pangan,
diantaranya adalah :
1. jenis bahan yang
digunakan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
2. bahan tambahan
yang diizinkan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
3. cemaran
4. residu
5. Migrasi
Kemasan untuk
mengemas produk maupun panganan, memiliki berbagai jenis kemasan sesuai dengan
bahan atau produk apa yang akan dikemas. Berikut merupakan beberapa Bahan
Kemasan Pangan :
1.
Kemasan plastik,
2.
Kemasan logam,
3.
Kemasan kertas dan sebagainya.
Untuk produk kami,
kami menggunakan kemasan dari point nomor 1 dan 3. Untuk kemasan primernya kami
menggunakan kemasan plastik ukuran 13x12 untuk isi kurang dari 5. Sedangkan
untuk isi lebih dari 5 sampai 10, kami menggunakan box karton ukuran 10x15.
Namun kami memiliki kemasan yang berbeda lagi, saat kami menitipkan produk kami
di toko-toko atau warung terdekat. Kami menggunakan box plastik ukuran 32x26
yang dapat memuat ± 30 roti goreng. Untuk kemasan sekundernya kami menggunakan
plastik kresek bening.
·
Kemasan Plastik
Plastik adalah campuran yang mengandung
polimer, filler, pemlastis/plasticizer, pengawet/retard, nyala, antioksidan,
lubrikan, penstabil/stabilizer panas dan pigmen warna. Jenis polimer yang
banyak digunakan adalah polietilen, polipropilen, polivinil klorida dan
polistirina. Risiko yang dapat ditimbulkan akibat campuran senyawa tersebut
diantaranya: senyawa kimia toksik, yang merupakan akibat bermigrasinya plastik
dengan produk pangan, yang dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lamanya waktu
kontak. Namun pada artikel kali ini, kemasan plastik dan turunannya seperti
melamin yang terbuat dari resin dan formalin, tidak dibahas lebih lanjut,
karena sudah pernah dibahas khusus pada artikel sebelumnya, serta telah di upload pada website Badan POM.
·
Kemasan Kertas dan Sejenisnya
Bahan pengemas yang berasal kertas dan
sejenisnya sudah lama dikenal masyarakat, termasuk kertas tisu, koran bekas,
ataupun kertas bekas lainnya yang telah diputihkan. Struktur dasar kertas
adalah bubur kertas (selulosa) dan felted
mat. Komponen lain adalah hemiselulosa, fenil propan terpolimerisasi
sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak esensial, alkaloid, pigmen, mineral.
Pada pembuatan kertas terkadang digunakan klor sebagai pemutih, adhesive
aluminium, pewarna dan pelapis. Bahan berbahaya yang ada dalam kertas, yang
dapat bermigrasi kedalam pangan antara lain adalah tinta dan klor. Mengingat
penggunaan kemasan kertas dapat memberikan ancaman bagi kesehatan, maka
pemilihan bahan pangan yang dikemas, dan penggunaan kertas sebagai pengemas harus
diperhatikan. Kertas bertinta seharusnya tidak digunakan untuk membungkus bahan
pangan secara langsung. Migrasi bahan kimia berbahaya dari kemasan dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan ataupun akumulasi bahan toksik.
2.2.2. Label
Label adalah suatu tanda baik berupa tulisan,
gambar, atau bentuk pernyataanlain yang disertakan pada wadah atau pembungkus
sebagai yang membuat informasi tentang produk yang ada di dalamnya sebagai
keterangan atau penjelasan dari produk yang dikemas.
Merancang atau mendesain label kemasan
sangatlah tergantung pada kreativitas para designernya,
baik ukuran, bentuk, maupun corak warnanya. Namun demikian ada hal-hal yang
harus diperhatikan dalam membuat label kemasan, yaitu:
1. Label tidak boleh
menyesatkan, label harus sesuai dengan produk yang ada di dalamnya,
2. Memuat informasi
yang diperlukan, diantaranya :
·
Nama produk
·
Cap atau Trade Mark
·
Komposisi
·
Netto
·
Nama pihak produksi
·
Nama distributor atau pihak yang mengedarkan (bila ada)
·
No. Registrasi Dinas Kesehatan (Bila ada)
·
Kode produksi
·
Keterangan kadaluarsa
·
Logo halal (untuk produk yang telah mendapat sertifikasi dari MUI
cantumkan pula tanggal sertifikasinya)
3. Tulisan atau
keterangan pada label harus jelas dan mudah dibaca, tidak dikaburkan oleh warna
latar belakang atau gambar lainnya,
4. Jumlah warna yang
digunakan,
5. Jenis cetakan yang
dikehendaki.
Berikut merupakan hal-hal yang perlu
diperhatikan dari label dan kemasan:
1. Label tidak boleh
mudah terlepas dari kemasannya. Warna, baik berupa gambar maupun tulisan tidak
boleh luntur, pudar, atau lekang, baik karena pengaruh air, gosokan, maupun
sinar matahari,
2. Label harus
ditempatkan pada bagian yang mudah dilihat.
BAB III
RENCANA PELAKSANAAN
KEGIATAN ON FARM
3.1. Tempat dan Waktu
Kegiatan on farm dilaksanakan di PPPPTK
Pertanian khususnya di Departemen Agroindustri, dengan alamat JL. Jangari KM
14, Desa Sukajadi Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa
Barat. Kegiatan ini berlangsung dalam periode waktu maksimum 3 bulan mulai
tanggal 17 Desember 2012 sampai 23 Maret 2013. Khususnya pada hari senin sampai
dengan hari jumat.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
·
Wadah
·
Landasan
·
Baskom
·
Kompor
·
Wajan
·
Saringan minyak
·
Spatula
·
Box 10x15
·
Plastik kresek
·
Label
|
·
Proofing
·
Cold storage
·
Freezer
·
Mixer
·
Pisau
·
Talenan
·
Sendok
·
Plastik kemasan
-
13x20
-
7x15
|
3.2.2. Bahan
ü Bahan Isi
·
Wortel 7½ kg
·
Kentang 7½ kg
·
Bawang putih ½ kg
·
Lada 1 renceng
·
Cabai rawit 10 ons
ü Bahan dasar roti
·
Tepung Cakra 8 kg
·
Tepung Segitiga Biru 8 kg
·
Telur 5 kg
·
Gula pasir 1½ kg
·
Ragi instant ¼ kg
·
Garam ¼ kg
·
Margarin 2 kg
·
Baking powder 45 g
·
Air dingin 8 L
·
Tepung roti 2½ kg
3.3. Skenario Pelaksanaan
1.
Persiapan pelaksanaan on farm
2.
Pembuatan proposal
3.
Konsultasi pebimbing
4.
Uji coba formula
5.
Uji coba pemasaran
6.
Produksi
7.
Pemasaran
3.4. Jadwal Pelaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
·
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/195904211986032-SUDEWI/powerpoint_roti_2.pdf
·
http://eprints.uns.ac.id/231/1/166150109201011101.pdf
·
http://www.btavia.com/tahapan.htm
·
http://cungkup.wordpress.com/proses-pembuatan-roti/
·
http://www.tugaskuliah.info/2009/06/makalah-pembuatan-roti.html
·
http://firststeply.forumotion.com/t94-tepung-terigu
Sumber : Desi Amalia Kusuma Dewi
Post a Comment