Latar Belakang
Setiap
bangsa pasti mempunyai pahlawan pemersatu bangsa. Begitu juga Indonesia yang
mempunyai Gajah Mada. Namun begitu asal usul Gajah Mada belum jelas
kepastiannya.
Sumpah
merupakan sebuah kata ucapan yang memberikan tanggung jawab yang besar kepada
seseorang yang mengucapkannya, di Negara indonesia bahkan di mancanegara terekenal
2 sumpah yang sudah tidak asing lagi bagi para pendengarnya, sumpah tersebut
adalah sumpah Palapa dan sumpah Pemuda. Kedua sumpah tersebut memiliki nilai
sejarah yang sangat tinggi bagi bangsa Indonesia, untuk itu menarik sekali
dalam bahasan makalah saya kali ini saya akan menyajikan tentang sumpah
tersebut serta mengungkap sedikit perbedaan antara ke duanya, karena mungkin
masih banyak pemuda-pemudi Indonesia yang belum mengenal sumpah Pemuda dan
sumpah Palapa itu sendiri.
Tujuan
1.
Mengungkap asal usul seorang Gajah Mada dari berbagai sisi. Dan dapat
memberikan informasi terhadap pembaca makalh ini.
2.
Memberikan gambaran mengenai sumpah bersejarah yakni sumpah Pemuda dan sumpah
Palapa kepada para pembaca makalah ini.
BAB1
Biografi Gajah Mada versi Buton
sejarah awal kehidupan Gajah Mada
tidaklah begitu jelas. Namun, Encarta Encylopedia berani memperkirakan Gajah
Mada lahir tahun 1290 M. Jadi, ia lahir dan besar tatkala terjadi transisi
antara kekuasaan Raden Wijaya kepada Jayanagara. Pembacaan atas tokoh Gajah
Mada kerap dihubungkan dengan dimensi supernatural. Ini sulit dihindari, oleh
sebab masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, memang menilai tinggi dimensi
tersebut. Berdasarkan petunjuk spiritual menyebutkan bahwa Gajah Mada merupakan
anak pertama dari pasangan Si-Jawangkati dengan Lailan Mangrani. Sijawangkati
merupakan pembantu Si-Malui dan adiknya bernama Si-Baana dan sebagai manusia
yang kedua datang di pulau Buton. Si-Jawangkati datang ke pulau Buton menemani
Si Malui dan Si Baana pada hari bulan sya’ban tahun 634 Hijriah dengan
menumpangi behtera kapal bernama “Popanguna” berbenderakan Buncahayakni bendera
dengan motif warna kuning hitam selang-seling yang tak lain adalah bendera
kerajaan asal leluhurnya dari daerah Bumbu negeri Melayu Pariaman.
Pada akhir tahun 1236 M,
Si-Jawangkati beserta tuannya terdampar di sebelah utara timur laut Buton yakni
“kamaru” dengan bentengnya bernama “Wonco”. Si-Jawangkati dengan memimpin
rombongan kecil berpamitan dengan Si Malui dan Si Baana untuk mencari daerah
hunian baru dan setelah ditemukan hunian ini bernama “Wasuembu”. Setelah
menemui tempat baru ini Si Jawangkati langsung membuat perkampungan serta
benteng pertahanan bernama “Koncu” di Wabula. Tak lama berselang kedatangan Si
Jawangkati di pulau Buton, maka datanglah serombongan para anak-anak bangsawan
dari pulau Jawa. Anak-anak bangsawan tersebut tak lain adalah Raden Sibahtera,
Raden Jutubun dan Lailan Mangrani yang merupakan anak-anak dari Raden Wijaya
sebagai Raja Mataram sebelum gabung dengan Majapahit. Kedatangan ketiga
anak-anak Raden Wijaya tersebut bukan tidak beralasan, mereka datang atas
petunjuk ghaib yang diterima oleh dukun atau penasehat istana kerajaan
Majapahit untuk memerintahkan anak-anak Raden Wijaya tersebut mencari suatu
pulau yang terdapat di Wilayah Timur Nusantara bernama pulau Buton.
Ilustrasi Gajah Mada Orang Kuat
Setelah mereka tiba dan menemui
pulau Buton ketiga anak-anak Raden Wijaya diperintahkan untuk membangun Bandar
perniagaan. Kedatangan putra putri Raja Majapahit itu menggunakan dua Armada
antara lain satu armada dipimpin oleh Raden Sibahtera dengan adiknya Lailan
Mangrani disertai dengan 40 pengikutnya, sedangkan armada yang satu dipimpin
oleh Raden Jutubun beserta 40 pengawalnya. Kedua armada tersebut masing-masing
membawa bendera leluhurnya yang dipasang diburitan kapal dengan warna bendera
merah putih dan bendera ini dinamai “dayialo”. Kedua armada ini setelah tiba di
laut Buton selanjutnya disambut oleh Si Jawangkati dan Si Tamanajo di teluk
Kalampa tempat kedua armada tersebut berlabuh. Tak lama berselang beberapa
tahun kemudian setelah Raden Sibahtera telah dinobatkan menjadi Raja Pertama
Buton dengan permaisurinya bernama gelar Wa Kaa Kaa atau nama aslinya
Mussarafatul Izzati Al Fakhriy, maka kawinlah Si Jawangkati dengan Lailan
Mangrani. Hasil dari perkawinan Sijawangkati dengan Putri Raden Wijaya di pulau
Buton ini membuahkan 3 (tiga) orang anak, yakni 2 (dua) laki-laki dan 1 (satu)
perempuan.
Nah..., anak pertama Si Jawangkati
bersama Lailan Mangrani ini adalah seorang bayi yang cukup besar dan berparas
jelek dan diberi nama Gajah Mada. Mulai umur 3 tahun Gajah Mada ini memiliki
kelebihan-kelebihan luar biasa baik secara kekuatan fisik maupun instinksi dan
setelah usia mencapai 7 tahun maka dilatihlah oleh ayahnya ilmu kanukragan dan
ilmu kesaktian. Perlu diketahui bahwa Si Jawangkati ini adalah seorang amat
sakti dari asal keturunan para wali negeri melayu. Kemudian setelah ilmu
kanukragan dan ilmu kesaktian telah diturunkan oleh ayahandanya kepada Gajah
Mada,genap usia 15 tahun Gajah Mada di bawalah ke pulau Jawa oleh ibunya Lailan
Mangrani untuk membantu Raden Wijaya dalam kesulitan melawan para pemberontak
asal dari dalam lingkungan kerajaan Majapahit.
Disanalah awal kisah Patih Gajah
Mada dalam peranannya membantu neneknya sendiri yakni Raden Wijaya untuk
memberantas para penjahat dalam lingkungan dalam kerajaan. Leo Suryadinata
menulis, Gajah Mada mengandalkan intelijensi, keberanian, dan loyalitas dalam
meraih mobilitas vertikalnya. Karirnya lanjutannya adalah kepala pasukan
Bhayangkara, pasukan penjaga keamanan Raja dan keluarganya. Raja yang menjadi
junjungannya saat itu adalah Jayanagara yang berkuasa di Majapahit sejak
1309-1328 M. Menjadi mungkin, Gajah Mada telah meniti karir militer sejak
kekuasaan Raden Wijaya, Raja pertama Majapahit, dan sedikit banyak memahami
spirit pemerintahannya. Jayanagara ini adalah putra pasangan Raden Wijaya
dengan seorang putri Sumatera (Jambi) bernama Dara Petak. Sebab itu, darah yang
mengalir di tubuh Jayanagara bukanlah murni Jawa. Anggapan yang relatif rasis
ini merupakan fenomena sebuah kancah politik hegemoni dalam kekuasaan aneka
suku bangsa tatkala itu. Buktinya, pernah tahun 1316 M muncul pemberontakan
Nambi yang menurut http://www.gimonca.com muncul akibat sentimen
"darah"Jayanagara tersebut. Meski pemberontakan itu berhasil
dipadamkan, seolah sesuatu yang laten (faktor rasisme) 'menyala' dalam politik
Majapahit ini.
Tatkala Gajah Mada jadi kepala
pasukan Bhayangkara, meletus pemberontakan Ra Kuti, salah satu pejabat istana
tahun 1319 M. Pemberontakan ini cukup menohok, oleh sebab si pemberontak mampu
menduduki ibukota. Jayanagara berikut istri Raden Wijaya dan putrinya
(Tribhuwanattungadewi, Gayatri, Wiyat, dan Pradnya Paramita) mengungsi ke
Bedander. Selaku kepala pasukan keamanan,Gajah Mada memastikan keamanan raja
dan keluarga. Setelah dinyatakan save, ia berbalik ke ibukota guna menyusun
serangan balasan. Ia meneliti kesetiaan rakyat dan pejabat Majapahit kepada
Raja Jaya Nagara dengan memunculkan isu keterbunuhan raja. Menurut anggapannya,
raja dan sebagian besar pejabat Majapahit menyayangkan kematian raja dan
membenci perilaku Ra Kuti. Atas dasar ini,Gajah Mada menyusun serangan balasan
secara kemiliteran, dan berhasil membalik keadaan. Pemberontakan Kuti pun
dipadamkan. Raja dan keluarganya kembali ke ibukota. Kebijakan Jayanagara
ditopang oleh kemampuan politik Arya Tadah, mahapatih Majapahit. Fokus
kebijakan raja dan mahapatih ini adalah stabilitas politik dalam negeri.
Jadi, Majapahit belum lagi
melakukan penaklukan ke pulau-pulau "luar" Jawa. Ini mengingat Gajah
Mada belum memegang peran penting di dalam pembuatan keputusan politik level
negara. Atas jasanya memadamkan pemberontakan Kuti, Jayanagara menaikan status
Gajah Mada dari sekadar komandan pasukan Bhayangkara menjadi menteri wilayah
(patih) dua daerah kekuasaan Majapahit:Daha dan kemudian, Jenggala. Posisi
tersebut cukup berpengaruh mengingat dua wilayah tersebut diwenangi oleh putri
Tribuwanattunggadewi (Daha) dan Dyah Wiyat (Jenggala), dua saudari
tiriJayanagara. Jayanagara sendiri belumlah memiliki putra laki-laki selaku
penerus tahta. Bukti mengenai hal ini, seperti ditulis Heritage of Java, sebuah
enskripsi bernama Walanditmenceritakan gelar Gajah Mada dalam kekuasaan barunya
itu adalah Pu Mada. Wilayah yang diwenangi kepatihan Gajah Mada adalah
Jenggala-Kediri yang meliputi Wurawan dan Madura. Loyalitas Gajah Mada terhadap
Jayanagara tidaklah tetap. Versi cerita seputar perubahan loyalitas tokoh ini
pada rajanya, paling tidak ada tiga. Seluruhnya berorama motif pribadi.
Pertama, dari Charles Kimball yang menulis, loyalitas Gajah Mada terhadap Jaya
Nagara mengalami titik balik tatkala raja mengambil istri Gajah Mada selaku
haremnya. Kedua, Kitab Negara Kertagama olahan Empu Prapanca menulis, perubahan
loyalitas Gajah Mada akibat mulai jatuh hatinya Raja Jayanagara terhadap dua
saudari tirinya: Tribuwanattunggadewi dan Dyah Wiyat. Empu Prapanca ini akrab
dengan Gajah Mada sendiri. Ketiga, novelis Langit Kresna Hariyadi, yang menulis
loyalitas Gajah Mada terhadap Jayanagaraberubah akibat kekhawatian Gajah Mada
atas mulai berubahnya sikap raja terhadap Tribhuwanattunggadewi.
Ketiga asumsi tersebut
melatarbelakangi proses meninggalnya Raja Jayanagara tahun 1328. Versi meninggalnya
Jayanagara pun berlatar belakang loyalitas Gajah Mada pada Jayanagara. Versi
Kimball menyatakan, Gajah Mada menskenario pembunuhan atas Jaya Nagara dengan
memanfaatkan tangan Ra Tanca, tabib istana. Tanca dipaksa membunuh Jaya Nagara
akibat suruhan Gajah Mada dalam suatu proses pembedahan atas diri raja. Versi
ini didukung pula oleh pendapat Leo Suryadinata, yang juga menulis kekecewaan
Gajah Mada akibat istrinya diambil oleh raja sebagai motif asasinasi. Setelah
raja meninggal, Gajah Mada menuding Tanca ini telah membunuh raja dan ia pun
dieksekusi mati olehnya sendiri. Peristiwa 1328 M ini menggambarkan rumitnya
politik pada aras Palace Circle. Kepentingan pribadi berbaur dengan nasib dan
masa depan suatu negara.
Pada masa terbunuh dan digantinya
Jayanagara ini, Odoric dari Pordonone, pendeta ordo Fransiskan dari Italia
mengunjungi Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Setelah terbunuhnya Jayanagara,
Gajah Mada berkeras Tribhuwanattunggadewi dijadikan ratu Majapahit. Belum
ditemukan bukti yang cukup seputar alasan kekerasan hati Gajah Mada atas
penunjukan ini. Namun, dari analisis ras, Gajah Mada mungkin khawatir
singgasana akan jatuh pada Arya Damar, keturunan Raden Wijaya dari istri yang
asal Jambi. Sementara, Tribhuwanattunggadewi adalah putri keturunan Raden
Wijaya asli pulau Jawa. Mungkin saja, opini yang muncul saat itu adalah putra
asli atau bukan. Atau, dimungkinkan pula, dengan beralihnya kekuasaan pada ratu
ini, Gajah Mada lebih leluasa dalam mengambil tindakan.
Konflik suksesi ini terbukti
dengan baru dilantiknya Ratu Tribhuwanattunggadewi tahun 1329,
sekurang-kurangnya menurut Charles Kimball. Pemimpin perempuan Majapahit ini
berkuasa sejak 1329 hingga 1350 M. Pada fase ini, Majapahit memulai fase
penaklukannya. Mahapatih Arya Tadah pensiun tahun 1329 M, dan praktis posisi
tersebut jatuh ke tangan Gajah Mada. Tribhuwanattunggadewi sangat mendukung
program-program Gajah Mada. Tahun 1331 M meletus pemberontakan Sadeng dan Keta,
di wilayah timur Pulau Jawa. Gajah Mada mengirim ekspedisi militer ke sana dan
berhasil memadamkan pemberontakan wilayah tersebut. Ra Kembar, salah satu
bangsawan dan pejabat Majapahit berusaha menutup jalan pasukan Gajah Mada ke
wilayah Sadeng, baik secara politik maupun militer.
Dimana Gajah Mada Wafat….?
Beberapa referensi menyebutkan
bahwa Gajah mada wafat tahun 1364 M, akibat diasingkan dan dihianati oleh Hayam
Wuruk sebagai suatu buntut peristiwa BUBAT dimana Gajah Mada di singkirkan ke
wilayah Madakaripura dan hidup Gajah Mada di wilayah itu asketis .Terdapat
sejumlah tulisan yang menyebut bahwa ia menderita sakit ataupun dibunuh oleh
Raja Hayam Wuruk (Rajasanagara) sendiri yang khawatir akan pengaruh politik
Gajah Mada yang sedemikian kuat di Majapahit.
Penaklukan Majapahit usai. Setelah
tragedi Bubat ini, Hayam Wuruk mengarahkan politiknya ke arah stabilitas dalam
negeri. Memang muncul beberapa pemberontakan di pulau "luar" seperti
dari Palembang, yang minta bantuan Kekaisaran Cina untuk mengimbangi kuasa
Majapahit. Namun, begitu pasukan Cina datang ke Palembang, wilayah itu sudah
ditangani pasukan Majapahit dan ekspedisi Cina itu pun diluluhlantakkan. Dalam
pandangan spiritual penulis Gajah Mada tidak dibunuh oleh Hayam Wuruk, namun
dia begitu melihat sudah tak ada lagi kepercayaan dari sang Raja, dia menggunakan
taktiknya untuk menghilangkan diri dari wilayah pengasingannya dengan diam-diam
dia berangkat dengan membawa pasukan atau prajuritnya yang setia sampai mati
sebanyak 40 orang berlayar menuju negeri asal kelahirannya yakni pulau Buton.
Setelah melalui perjalanan panjang
dari pulau Sumatera menuju pulau Buton Gajah Mada dan rombongan prajuritnya
melewati kepulauan tukang besi yang sekarang dikenal dengan Wakatobi. Perlu
diketahui bahwa Gajah Mada adalah seorang sakti mandraguna sebagaimana kesaktian
yang dimiliki oleh ayahnya Si Jawangkati sehingga dalam perjalannya pulau ke
pulau Buton dia dituntun secara ghaib dan mendapatkan petunjuk-petunjuk
spiritual. Oleh karena itu setelah melewati pulau Wangi-Wangi, Gajah Mada
singgah dengan prajurit setianya sebentar disalah satu pulau kecil di bagian
barat kepulauan Wangi-Wangi dengan memasang simbol-simbol disana. Pada saat
rombonganGajah Mada singgah di pulau ini dia disambut dengan baik oleh penghuni
yang sudah lama mendiami pulau kecil ini diperkirakan pertengahan Abad XI yang
tak lain adalah merupakan para hulubalang dan bajak laut (bajak laut tobelo).
Para bajak laut di pulau ini terdiri dari sebagian besar adalah para prajurit
Raja Khan yang berkuasa di Kamaru pertengahan abad IX dan sebagian asal Mingindanau,
Papua, Tobelo, Lanun, Balangingi. Setelah beberapa saat Gajah Mada menyinggahi
pulau kecil ini dalam pelariannya ke pulau Buton, akhirnya berdasarkan petunjuk
ghaib, Gajah Mada memutuskan untuk wafat di pulau ini.
Sebagai tanda-tanda artifak awal
sebagai landasan studi orientasi dalam mengungkap misteri Gajah Mada ini, maka diantara pelabuhan
Sempo Liya dan Pulau Simpora ada Batu
Parasasti yang terdapat di tepian pantai dan batu ini dinamakan "Batu
Mada". Sementara ke 40 prajurit
setianya diperintahkan untuk melanjutkan perjalannya menuju pulau Buton dengan
maksud agar kerahasiaan Maha Patih Gajah Mada yang amat sakti ini tetap
terjaga. Gajah Mada akhirnya di pulau kecil sebelah barat wangi-wangi tersebut
memutuskan untuk melakukan tapah brata didalam sebuah gua di wilayah Togo
Mo'ori yang mana situasi gua tersebut didalamnya datar tembus ke laut dalam dan
disanalah Maha Patih Gaja Mada meninggalkan alam maya padah ini dalam keadaan
duduk bersemedi dengan salah satu bagian tangannya menggenggam cakram sebagai
salah satu senjata andalannya.
Bukti-bukti ontologisme dari salah
seorang tua pertapa yang pernah menemukan Gajah Mada dalam gua ini pernah
menkisahkan secara terbatas dalam kalangan keluarga tertentu di pulau
wangi-wangi, karena ada rasa ketakutan luar biasa ketika melihat sosok orang
tak bergerak dalam keadaan duduk bersemedi dalam sebuah bagian gua di pulau
kecil tersebut. Selain itu bukti-bukti secara artifak sejarah yang belum
terpublikasi dan hanya dikonsumsi dari kalangan metafisis penduduk salah satu
desa yang terdapat di pulau wangi-wangi telah diriwayatkan oleh leluhurnya
secara turun temurun adanya segumpal batu muncul kepermukaan laut ketika air
laut surut dan batu ini dinamai batu Mada. Pengamatan secara spiritual setelah
melalui pemantauan khusus secara metafisis, menunjukkan bahwa keberadaan batu
Mada ini merupakan simbol yang sengaja dibuat oleh Gajah Mada, dimana dibawa
batu tersebut diperkirakan merupakan penyimpangan sebuah selendang warna kuning
yang konon dikisahkan sebagai selendang sakti.
Sedangkan ke 40 orang prajurit
setianya berlabuh di Batauga salah satu wilayah pulau Buton terdekat dari
kepulauan wangi-wangi, dan merekapun setelah tiba di wilayah ini tidak begitu
lama berselang kemudian mencari sebuah gua yang lebar dan luas. Dan di dalam
gua inilah ke 40 orang prajurit setia Maha Patih Gajah Mada melakukan semedi
berbulan-bulan sampai mereka semua meninggal secara bersamaan dan terkubur
secara alamiah di dalam gua ini. Keberadaan Gua ini di Batauga di kenal dengan nama
Gua Mada tepatnya terdapat di desa Masiri, kampung Mada di Batauga pulau Buton.
Berdasarkan kisah konseptual,
spiritual dan ontologisme riwayat Maha Patih Gajah Mada, maka postulat dapat
disimpulkan bahwa Gajah Mada merupakan anak pertama dari Si Jawangkati dengan
ibu bernama Lailan Mangrani yang tak lain adalah anak perempuan dari Raden
Wijaya sebagai Raja Majapahit. Si Jawangkati adalah salah seorang mia patamiana
wolio yang pada zamannya dia memiliki kesaktian yang luar biasa dan disegani
dikalangan penguasa pada saat itu. Masih diperlukan penelitian secara
aksiologis untuk menguak tabir kisah Maha Patih Gaja Mada yang penuh dengan
misterius selama ini oleh para ahli antropolog budaya, ahli ethnologis, ahli
arkiologis dan ahli sejarah guna mendapatkan suatu naskah sejarah Indonesia
yang benar sekaligus mengangkat harkat dan martabat orang-orang buton pada
zamannya
BAB2
Sumpah Pemuda Vs Sumpah Palapa
Sudah sangat jelas terlihat bahwa
sumpah pemuda dan sumpah Palapa berbeda dari banyak sisi atau segi diantaranya
:
·
isi / makna
sumpah Pemuda dan Palapa berbeda
jika sumpah Pemuda mengupas atau membahas mengenai masalah pengakuan untuk
Putra Putri bangsa Indonesia untuk terus menanamkan dalam dirinya kecintaan
serta rasa bangga terhadap Negara republic Indonesia yang diperjuangkan dengan
keras oleh para pejuang terdahulu, sedang Sumpah Palapa membahas masalah
kekuasaan yang ingin diraih oleh seorang raja yang bernama Gajah Mada yang
memiliki ambisius untuk menguasai nusantara.
· Waktu / sejarah
Sumpah pemuda diproklamirkan
setelah Negara Indonesia telah merdeka bisa dikatakan pada masa
nasionalisme modern, sedang sumpah Palapa di cetuskan pada saat atau pada zaman
kerajaan Majapahit atau zaman klasik.
·
Pionir
Sumpah Palapa dicetuskan oleh
seorang patih yang bernama Gajah Mada, sedang Sumpah Pemuda dicetuskan oleh
Moh. Yamin
·
perumusan
Perumusan sumpah pemuda itu
melibatkan lebih dari satu orang untuk mencapai kesepakatan sedang sumpah
Palapa hanya dirumuskan dari pemikiran Patih Gajah mada tanpa adanya campur
tangan yang lain.
Itulah sedikit mengenai hal yang
dapat membedakan antara sumpah palapa dengan sumpah pemuda, dilihat dri
berbagai sisi sumpah palapa dengan sumpah pemuda terlihat berbeda, namun untuk
kesamaan antara ke dua sumpah tersebut terletak pada tujuan dari sumpah
tersebut. Kedua sumpah tersebut sama-sama memiliki tujuan untuk menyatukan
kekuatan bangsa Indonesia di dalam satu wadah sama-sama memiliki semanat
mempersatukan nusantara.
• Dalam bidang Ekonomi dan Sosial
Sumpah palapa dilahirkan oleh orang
yang memegang kekuasaan waktu itu. Gajah Mada sebagai patih di kerajaan
Majapahit memiliki perangkat untuk mewujudkannya. Ia punya senjata, pasukan dan
juga dukungan dari pihak kerajaan. Maka dengan itu Gajah Mada akan lebih mudah
mewujudkan idenya tadi
Berbeda dengan sumpah pemuda yang
dicetuskan oleh para pemuda indonesia yang saat itu kondisinya di bawah
penjajahan. Mereka tidak memegang kekuasaan. Namun dengan keberanian dan
kesadaran untuk bersatu maka dicetuskanlah sumpah pemuda. Bisa dibayangkan
bagaimana mereka mengatur cara pertemuan dan meyakinkan satu sama lain. Karena
setiap saat Belanda siap melenyapkan nyawa mereka. Nah tentu sulit mewujudkan
sumpah itu. Tetapi dengan semangat kebersamaan dan rasa bosan akan penjajahan
serta atas dasar persatuan, pemuda yang berasal dari berbagai organisasi
kedaerahan bersatu melaksanakan kongres pemuda. Mereka berasal dari Jong Java,
Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong
Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John
Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie. Maka dicetuskanlah sumpah
pemuda itu dengan pengakuan kesamaan tanah air, bangsa dan Negara.
• Dalam bidang Budaya
Sumpah Palapa hanya di cetuskan oleh
kerajaan yang terletak di Jawa. Dan tentunya ide sumpah pemuda itu hanya dari
orang-orang Majapahit saja. Belum pada tahap yang lebih luas. Sehingga ide
dasar ini muncul hanya bersifat kedaerahan. Tidak seperti ide sumpah pemuda
yang lahir dari anak bangsa dari berbagai suku bangsa, daerah serta agama yang
berbeda. Sehingga semangat persatuan itu benar-benar terwujud.
• Dalam bidang Politik
Penyebaran
sumpah palapa dilakukan lewat kekerasan,
katakanlah
dengan perang. Logikanya Gajah Mada ingin mewujudkannya dengan jalan pintas.
Bagi mereka yang tunduk tidak akan diperangi tetapi yang tidak mau patuh tentu
akan dihancurkan. Hal ini tertuang dari isi sumpah yang yang di bacakan patih
gajah mada tahun 1331; “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun
kalah ring gurun, ring seram,tanjungpura, ring haru, pahang, dompo, ring bali,
sunda, palembang, tumasik, samana isun amukti palapa”. Terjemahannya lebih
kurang “Apabila sudah kalah Nusantara, saya akan beristirahat, apabila Gurun
telah dikalahkan, begitu pula Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, pada waktu itu saya akan menikmati istirahat”
(Munadar, 2004:24)
Sementara
sumpah pemuda disebarkan atas kesadaran untuk bangkit dan lepas dari
penjajahan. Di samping juga memecahkan mitos bahwa bangsa Indonesia ini tidak
akan pernah bersatu. Itulah yang ada di benak orang Belanda waktu itu. Nah,
penyebaran semangat sumpah pemuda ini juga berbeda dengan sumpah palapa.
Caranya mengetuk perasaan setiap rakyat untuk bersatu. Menghilangkan rasa
perbedaan. Demi satu tekad untuk merdeka. Maka tentu tidak ada kekerasan yang
dilakukan. Inilah yang menurut penulis, sumpah pemuda ini bisa bertahan lama.
.
Persamaan :
Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda
memiliki tujuan yang sama yaitu menyatukan dan mempersatukan Nusantara atau
Negara Indonesia.
KESIMPULAN
Mungkin
sejarah belum bisa mengungkap siapa itu Gajah Mada , tapi dia tetap sebagai
pahlawan pemersatu bangsa.
Dari
berbagi sisi memang sumpah pemuda dan sumpah palapa sedikit berbeda, tapi
keduanya mempunyai ujuan yang sama.
REFERNSI
http://silviwahyuni.wordpress.com/2010/10/17/makalah-sumpah-pemuda-vs-sumpah-palapa/
http://putrinurainiw.blogspot.com/2011/11/sumpah-pemuda-vs-sumpah-palapa.html
http://budaya-liya.blogspot.com/2011/10/makam-gajah-mada-ada-di-kawasan-liya.html
Post a Comment