KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan anugrahnya, maka makalah
ini dapat disusun oleh kelompok kami sebagai mana mestinya.
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia memiliki keunikan yang menyebabkannya berbeda
dengan makhluk lain. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak
dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan
makhluk lain karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
Isi makalah ini tersusun dari
berbagai sumber buku dan referensi dari
beberapa website. Dalam pembuatan makalah ini kelompok kami sangat
memahami banyaknya kesalahan didalam makalah ini mohon dimaklumi atas kesalahan
yang terjadi. Jelas bahwa makalah ini belum sempurna, karena itu kelompok kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Mudah-mudahan makalah ini
bisa bermanfaat bagi kita semua.
Depok, Maret 2013
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Manusia
merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan berbagai
hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir semua
lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap
dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah
mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum
ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti
dari banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo
economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang ekonomi), dan sebagainya.
Agama
islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan manusia kedalam
kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu mempergunakan akal
pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-Nya. Namun,
jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan benar, maka derajad
manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang. Hal ini
telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179.
1.2 Rumusan masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia
dalam pandangan islam, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling
berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian
manusia menurut islam?
2. Bagaimana penciptaan
manusia dalam islam?
3. Apa hakikat
manusia menurut islam?
4. Apa kelebihan
manusia dari makhluk lain?
5. Apa fungsi
dan tanggung jawab manusia dalam islam?
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk menjawab
pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang manusia dalam pandangan
islam dan untuk membuat kita lebih memahami islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia memiliki keunikan yang menyebabkannya berbeda
dengan makhluk lain. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak
dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan
makhluk lain karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
2.1 Pengertian
Manusia
Pengertian manusia dapat dilihat dari
berbagai segi. Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai
makhluk lain. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Secara biologi, manusia
diartikan sebagai sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang
dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
2.1.1 Pengertian
manusia menurut agama islam
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah,
antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan
berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas
berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam
berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa
manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta
memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
2.2 Penciptaan
Manusia dalam Agama Islam
Sebagaimana yang telah Allah firmankan:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.” (At Tin : 5)
Terdapat dua ayat Al
Qur’an yang setidaknya dapat mewakili untuk menunjukkan kepada kita bahwa asal
kejadian manusia itu dari tanah. Ayat itu adalah dari surat Shad ayat 71 yang artinya “Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah.” dan surat Ash Shaffat ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan mereka dari tanah liat.”
Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah menentukan tahapan-tahapan penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al
Mukminun : 12-14)
“Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi … .” (Al Hajj : 5)
Ayat-ayat di atas
menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu keadaan kepada keadaan
lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya. Begitu pula
penggambaran penciptaan nabi Adam yang Allah ciptakan dari suatu saripati yang
berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi bentuk, yang tertera dalam surat Al Hijr ayat
26, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Setelah Allah SWT
menciptakan nabi Adam dari tanah. Allah ciptakan pula Hawa dari Adam,
sebagaimana firman-Nya :
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian
Dia jadikan daripadanya istrinya … .” (Az Zumar : 6)
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu
dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya
… .” (Al A’raf : 189)
Dari Adam dan Hawa ‘Alaihimas Salam inilah terlahir
anak-anak manusia di muka bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457)
Allah SWT menempatkan
nuthfah (yakni air mani yang terpancar dari laki-laki dan perempuan dan bertemu
ketika terjadi jima’) dalam rahim seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia Yang Maha
Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk menyimpan
calon manusia. Dia nyatakan dalam firman-Nya :
“Bukankah Kami menciptakan
kalian dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh
(rahim) sampai waktu yang ditentukan.” (Al Mursalat : 20-22)
Dari nuthfah, Allah jadikan ‘alaqah yakni segumpal
darah beku yang bergantung di dinding rahim. Dari ‘alaqah menjadi mudhghah
yakni sepotong daging kecil yang belum memiliki bentuk. Setelah itu dari
sepotong daging bakal anak manusia tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian
membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang-tulang dan
urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk menyelubungi tulang-tulang
tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah ruh, lalu bergeraklah
makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat, mendengar, dan
meraba. (dapat dilihat keterangan
tentang hal ini dalam kitab-kitab tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari,
Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-lain)
Dari pembahasan diatas, terdasarlah kita
bahwa kita tak patut untuk menyombongkan diri karena kita ini adalah ciptaan
yang Maha Kuasa. Ciptaan yang diciptakan dengan sebaik-baiknya. Patutlah kita mensyukurinya dan
beribadah kepada-Nya.
2.3 Hakikat
Manusia
Manusia dalam pandangan Islam
terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani. Jasmani manusia bersifat
materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah. Sedangkan roh manusia
merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri itu ada dua
daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya rasa (kalbu).
Keduanya merupakan substansi dari roh manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah
yang selalu berkembang dengan pengaruh
lingkungan sekitarnya karena makhluk utuh ini memiliki potensi pokok
yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani. Hal lain yang menjadi hakikat manusia adalah
mereka berkecenderungan beragam. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki
potensi pokok paling banyak, manusia menjadi menarik untuk diteliti. Manusia
yang sebagai subjek kajian mengkaji manusia sebagai objek
kajiannya dalam hal karya, dampak karya terhadap dirinya sendiri, masyarakat
dan lingkungan hidupnya. Namun, sampai sekarang manusia terutama ilmuwan belum
mencapai kata sepakat tentang manusia.
Dalam
bukunya Man the Unknown, Dr. A.
Carrel menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat
manusia. Beliau menulis :
Sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha
yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki
pembendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof,
sastrawan,
dan para ahli di bidang keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia)
hanya mampu mengetahui dari segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui
manusia secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari
bagian bagian tertentu, dan ini pun pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata
cara kita sendiri. Pada hakikatnya, kebanyakan pertanyaan pertanyaan yang
diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia kepada diri mereka hingga kini
masih tetap tanpa jawaban.
Manusia
diberi Allah potensi yang sangat tinggi nilainya seperti pemikiran, nafsu,
kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun potensi dasar yang membedakan manusia
dengan makhluk ciptaan Allah lainnya terutama hewan adalah nafsu dan
akal/pemikiran. Manusia memiliki nafsu dan akal, sedangkan binatang hanya
memiliki nafsu. Manusia yang cenderung menggunakan nafsu saja atau tidak
mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Allah lainnya secara baik dan
benar, maka manusia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi binatang,
walaupun Al-Quran tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang
seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran (Q.S. Al A’raf : 179) :
Mereka (jin dan manusia) punya hati tetapi tidak
dipergunakan untuk memahami (ayat ayat Allah), punya mata tetapi tidak
dipergunakan untuk melihat (tanda tanda keksuasaan Allah), punya telinga tetap
tidak mendengar (ayat ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya)
dengan hewan, bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang.
2.4 Kelebihan
Manusia dari Makhluk Lain
Dan sesungguhnya Kami
telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan,
dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Pada prinsipnya, malaikat adalah makhluk yang mulia.
Namun jika manusia beriman dan taat kepada Allah SWT ia bisa melebihi kemuliaan
para malaikat. Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tsb.
Pertama, Allah SWT memerintahkan kepada malaikat untuk
bersyujud (hormat) kepada Adam as. Allah berfirman saat awal penciptaan
manusia ;
“Dan ingatlah ketika
Kami berfirman kepada Malaikat, sujudlah kamu kepada adam, maka sujudlah mereka
kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan
kafir. ( QS. Al Baqarah 34).
Kedua, malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang al asma
(nama-nama ilmu pengetahuan) sedangkan Adam mampu karena memang diberi ilmu
oleh Allah SWT.
“ Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
para malaikat, lalu berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu memang golongan yang benar. Mereka menjawab, Maha Suci Engkau, tidak ada
yang kami katahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman, Hai Adam, beritahukanlah kepada
mereka nama-nama benda ini. Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu,
Allah berfirman, Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan
apa yang kamu sembunyikan.” (Q S. Al Baqarah 33)
Ketiga, kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki
hawa nafsu sedangkan kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang
berat melawan hawa nafsu dan godaan syetan.
Keempat, manusia diberi tugas oleh Allah menjadi khalifah
dimuka bumi, “Ingatlah ketika Tuhan mu berfirman kepada para malaikat, : Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi…”(QS.Al Baqarah 30)
Melihat
pembahasan di atas, terlihat bahwa manusia memiliki kelebihan dari makhluk
lain. Karena sebagai mana kita ketahui, Allah telah menjadikan
manusia sebagai makhluk yang mulia. Atas dasar fakta-fakta di atas, sudah
sewajarnyalah, kita sebagai manusia (makhluk ciptaan Allah) senantiasa
bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya. Salah satu kunci kesuksesan adalah
bersyukur.
2.5 Fungsi,
Peran dan Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup di Bumi ini mempunyai berbagai
fungsi, peran dan tanggung jawab, dan Islam sebagai agama dengan jumlah
pemeluknya terbesar dibanding agama-agama yang lain, sudah tentu mempunyai
pandangan tersendiri akan fungsi, peran dan tanggung jawab manusia di Bumi.
2.5.1
Peran Manusia Menurut Islam
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh
30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai pelaku ajaran Allah dan
sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk menjadi pelaku ajaran
Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut
memulai dari diri dan
keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan
seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
1. Belajar
(surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada ayat
pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
2. Mengajarkan
ilmu (al Baqoroh : 31-39)
3. Membudayakan
ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk
disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri
dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
2.5.2 Tanggung
Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia diserahi tugas hidup yang
merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas
hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas
kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan
alam.
Khalifah berarti wakil atau
pengganti yang memegang mandat Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi.
Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan
dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan
hidupnya.
Sebagai khalifah, manusia diberi
wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan, sehingga kebebasannya
melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia sebagai khalifah
bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia
bertindak sewenang-wenang.
Kekuasaan manusia sebagai wakil
Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan
oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab
suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang
mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang
diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan
kewenangannya di hadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah dalam QS 35
(Faathir : 39) yang artinya adalah :
“Dia-lah
yang menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka bumi. Barang siapa yang kafir,
maka (akibat) kekafiran orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak
lainhanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
Kedudukan manusia di muka bumi
sebagai khalifah dan juga sebagai hamba Allah, bukanlah dua hal yang
bertentangan, melainkan suatu kesatuan yang padu dan tak terpisahkan.
Kekhalifan adalah realisasi dari pengabdian kepada Allah yang menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab
ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa. Apabila terjadi
ketidakseimbangan maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat
yang paling rendah, seperti fiman-Nya dalam QS (at-tiin: 4) yang artinya
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Di dalam Al Quran sudah begitu
lengkap semua hal mengenai fungsi, peran dan tanggung jawab manusia. Oleh
karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al Quran agar dapat memahami apa
fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai manusia sehingga dapat menjalani
kehidupan dengan penuh makna.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia dalam agama islam diartikan sebagai makhluk Allah
SWT yang memiliki unsur dan jiwa yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan
bertanggung jawab pada Allah SWT. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan
panca indera yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al
Mukminun : 12-14)
manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain,
salah satu buktinya adalah kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa
nafsu dan godaan syetan sedangkan kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki
hawa nafsu . Oleh karena itu sebagai manusia (makhluk ciptaan Allah) seharusnyalah
kita senantiasa bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya, karna salah satu
kunci kesuksesan adalah bersyukur.
Dan sesungguhnya Kami
telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan,
dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini dan perannya
sebgai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu
belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia
sebagai khalifah yang berarti wakil Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka
bumi, mengelola dan memelihara bumi.
Sebenarnya Al Quran sudah membahas semua hal mengenai fungsi, peran
dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami
Al Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai
manusia, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Daud.
1998. Pendidikan Agama Islam. PT
RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Shihab, M.
Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran. PT
Mizan Pustaka : Bandung.
http://i-makalah.blogspot.com/2012/12/makalah-agama-manusia-menurut-islam.html
Post a Comment